Search

Dari Dangdut, Michael Jackson, sampai Verdi – Bebas Akses - kompas.id

LUSIA UNTUK KOMPAS

Lagu ”Black or White” yang dipopulerkan Michael Jackson menjadi salah satu lagu yang ditampilkan oleh kwartet The Resonanz Children’s Choir (TRCC) dalam konser Ad Amore di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Siapa bilang musik mengenal kelas atau ”peng-kasta-an”? Mulai dari ”Hallo Dangdut”, ”Black or White”-nya Michael Jackson, sampai karya agung Giuseppe Verdi terhidang manis di satu panggung. Lagu-lagu dari beragam genre musik itu disuguhkan The Resonanz Children’s Choir dan Jakarta Concert Orchestra, dalam konser Ad Amore atau Untuk Cinta, di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Suasana yang agak ”serius” pada beberapa lagu sebelumnya berubah cair secair-cairnya saat lagu ”Hallo Dangdut” mengalun. Penonton bukan hanya bersuit-suit, berteriak spontan, melainkan juga menggoyang-goyangkan badan di tempat duduk masing-masing. ”Roh” dangdut sebagai musik rakyat itu menemukan bentuk konkretnya dalam respons penonton atas lagu ciptaan Rita Sugiarto itu.

Tentu sudah berbeda dengan versi Rita karena lagu ini telah diaransemen untuk paduan suara. Budi Susanto Yohanes membuat aransemen vokal dan piano. Untuk mengejar efek dangdut, Budi dalam membuat aransemen pianonya mencari gaya yang mirip-mirip musik Latin. Pola bas pada garapannya sudah cukup kuat terasa Latin dan dangdutnya.

Aransemen vokal itu sebenarnya sudah dibuat Budi Susanto sejak 2005. Perbedaannya, kini ada penambahan orkestrasi oleh Fero Aldiansya Stefanus. Melodi utama lagu tersebut oleh Budi dibiarkan utuh seperti versi dangdut Rita Sugiarto. Ia tidak ingin melodi utama tersebut tumpang tindih dengan suara di bawahnya, baik totu alto maupun sopran. Begitu pula treble voice, suara tinggi anak-anak itu tetap terdengar murni.

LUSIA UNTUK KOMPAS

Penampilan The Resonanz Children’s Choir (TRCC) dalam konser Ad Amore, Minggu (20/10/2019). Salah satu lagu yang dibawakan adalah lagu ”Hallo Dangdut” ciptaan Rita Sugiarto.

Fero mempertebal aransemen piano dengan orkestrasi. Ia tidak mengubah aransemen piano yang menjadi landasan utama lagu tersebut. Pendekatan simfonikal atas lagu tersebut tidak menghilangkan rasa dangdut. Intro pianonya khas sekali, trade mark dangdut.

Model-model intro piano ini sering digunakan dalam lagu-lagu pop India. Intro piano ini seperti menyiapkan orang untuk pasang kuda-kuda sebelum goyang. Kuda-kuda itu diperkuat dengan garapan vokal pada bagian awal. Dan begitu lagu mengalun, rasa dangdut sudah mengalir mulus. Lengkap dengan koreografi yang bernuansa goyang tanpa merepotkan anak-anak usia 8-15 tahun berolah vokal.

Dalam menggarap orkestrasi, menurut Fero, ada nuansa suara yang wajib ia masukkan, yaitu kendang dan suling dangdut. ”Itu dua instrumen kunci,” kata Fero.

Nuansa dari dua instrumen kunci itu dalam konser diambil alih oleh bongo dan flute. Kehadiran bunyi serupa kendang dan suling itu sangat berpengaruh dalam menghadirkan aura dangdut dalam pergelaran.

LUSIA UNTUK KOMPAS

Penampilan The Resonanz Children’s Choir, termasuk alumninya, diiringi Jakarta Concert Orchestra dalam konser Ad Amore, di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Fero juga berpinsip tidak akan ”mengusik” kekhasan paduan suara anak-anak itu dengan orkestrasi yang dominan. Ia mengatakan, dalam membuat orkestrasi untuk paduan suara anak-anak, ia berusaha sesederhana mungkin karena menu utama adalah pada suara anak-anak. Garapan yang cenderung eksploratif ia masukkan pada bagian ketika mereka tidak menyanyi.

Di tangan Jakarta Concert Orchestra dengan konduktor Avip Priatna, ”Hallo Dangdut” menjadi dangdut yang simfonikal tanpa kehilangan tabiat goyangnya. Lagu dangdut yang kondang di pentas-pentas dangdut di berbagai medan perdangdutan, dari lapangan desa sampai televisi, itu menemukan versi barunya, yaitu dalam paduan suara anak-anak yang nyaman.

Anak-anak bernyanyi tanpa harus didangdut-dangdutkan, tetapi rasa dan atmosfer dangdut tetap terasa kuat hadir di tengah pergelaran. Itulah yang membuat hadirin bergoyang, berteriak lepas, dan menjadi bagian dari suasana dangdut yang komunal.

LUSIA UNTUK KOMPAS

Penampilan The Resonanz Children’s Choir (TRCC) dalam konser Ad Amore, Minggu (20/10/2019). Mereka membawakan berbagai lagu, mulai dari lagu anak-anak, dangdut, hingga lagu klasik.

Sudah Berlangganan? Silakan Masuk

Good Day, It's Payday!

Diskon 30% langganan Kompas.id, buku reguler, board game, & kaus. Promo berlaku di official store Harian Kompas di marketplace*, 23-31 Oktober 20

”Untuk Cinta”

”Hallo Dangdut” hanyalah satu dari sekitar 20 lagu yang disuguhkan The Resonanz Children’s Choir (TRCC) bersama Jakarta Concert Orchestra (JCO) dengan pengaba Avip Priatna.

Pergelaran ini bisa dikatakan sebagai gebyakan atau unjuk kemampuan anak-anak yang belajar dalam TRCC. Dibentuk Avip Priatna pada 2007, TRCC mengeluarkan pasukannya dari semua kelas. Mereka terbagi dalam kelas sesuai usia, mulai dari usia 5 sampai 18 tahun. Yang termuda usia 5-8 tahun adalah Kelas Serunai, sedangkan usia di atas mereka berada di kelas Seruling dan Tifa.

Kegembiraan bernyanyi mereka sangat terasa dalam pergelaran dan aura gembira itu menular ke penonton. Termasuk ketika bocah-bocah usia 5,5 sampai 8 tahun itu tampil bersama dengan segala kepolosannya. Namun, dengan keseriusan penggarapan, termasuk iringan orkestra JCO.

Dengan wajah berseri-seri dan kemurnian suara bocah, mereka membawakan lagu anak ”Naik Delman” dan ”Lagu Gembira” ciptaan Pak Kasur/Bu Kasur. Ini lagu anak sejak zaman orangtua dan kakek nenek mereka masih taman kanak-kanak. Kepolosan dan kegembiraan bernyanyi mereka itulah yang mengundang tepuk riuh penonton.

Kedua lagu itu dibawakan dalam satu suara. Mereka bernyanyi cukup mulus dalam aransemen yang menggunakan modulasi atau pergantian nada dasar. Pada lagu ”The Pirate’s Life”, mereka bernyanyi dengan pecahan suara. Menurut salah seorang pelatihnya, Dani Dumadi, itulah untuk pertama kalinya mereka bernyanyi dengan harmoni vokal dua suara dalam konser besar.

LUSIA UNTUK KOMPAS

Penampilan The Resonanz Children’s Choir (TRCC) dalam konser Ad Amore, Minggu (20/10/2019). Salah satu lagu yang dibawakan adalah lagu ”Hallo Dangdut” ciptaan Rita Sugiarto.

”Harmoni atas dibawakan kelas B dan harmoni bawah oleh kelas A. Adapun kelas C dan D (yang lebih yunior) menyanyikan melodi utama,” kata Dani, instruktur yang juga anggota Batavia Madrigal Singers.

Kakak-kakak mereka di kelas Seruling dan Tifa usia 8-15 tahun mendapat porsi lagu yang lebih ”berat”, seperti ”Nigra Sum” karya Pablo Casals dengan orkestrasi garapan Andriano Alvin Hartono. Atau juga lagu ”Soleram” yang membuai dan ”meninabobokan” penonton dalam fantasi indah.

Kakak-kakak yang lebih senior yang tergabung dalam alumni TRCC membawakan karya yang lebih berat lagi. Berat dalam artian setidaknya ada tingkat kesulitan yang lebih kompleks, baik dari aspek teknik vokal maupun kemampuan membaca. Mereka membawakan karya agung Verdi ”Laudi Alla Vergine Maria”, dan ”Dytthiramb” karya Efrem Podgaits. Tanpa iringan, mereka tampil dengan pengaba pelatih seniornya, yaitu Luciana Ondoen.

Antara dangdut dan Verdi itu terselip juga ”Black or White”-nya Michael Jackson oleh Kwartet TRCC. Mereka tampil dengan kostum khas Jacko: hem putih, celana panjang, sepatu hitam, dan tidak ketinggalan topi fedora hitam. Lengkap pula dengan lengking tinggi teriakan auuuwww-nya Jacko.

Di sini, TRCC tampak merengkuh beragam genre, selera, dan kaum muda serta mereka yang lebih dewasa/mature dalam usia. Avip Priatna dan kawan-kawan membuktikan, paduan suara dan orkes simfoni juga bisa menjadi tontonan menarik, dapat dinikmati segala usia, dan, satu lagi, dapat menggarap lagu apa pun.

Dan apa pun lagunya, dalam Ad Amore, ketika disampaikan dengan kesungguhan dan sukacita, serta rasa cinta, ia akan terhubung juga dengan rasa para penikmatnya.

Let's block ads! (Why?)

https://bebas.kompas.id/baca/opini/2019/10/25/dari-dangdut-michael-jackson-sampai-verdi/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Dari Dangdut, Michael Jackson, sampai Verdi – Bebas Akses - kompas.id"

Post a Comment

Powered by Blogger.