Jakarta (ANTARA News) - Pegiat musik David Tarigan begitu bersemangat ketika dia menjelaskan kampanye Hello Dangdut, inisiatif yang berawal dari Badan Ekonomi Kreatif, yang hendak dibawa ke salah satu festival terkenal di Amerika Serikat, South by Southwest atau SXSW.
David, pegiat dari Irama Nusantara yang gencar dalam arsip musik lawas, kerap disebut sebagai pengamat musik atau bahkan “kamus musik berjalan”, juga menggemari dangdut terutama yang berasal dari tahun 70an.
Bagi David, dangdut menjadi “musik pemersatu”, musik populer yang berangkat dari latar budaya yang beragam, dapat dinikmati oleh beragam orang. Dia bahkan bercanda, tidak kenal dangdut sama saja seperti perbuatan kriminal.
Simak wawancara ANTARA dengan David Tarigan tentang dangdut beberapa waktu lalu.
Hello Dangdut yang kemarin tampil di Festival Synchronize?
Iya. Salah satu pertama lokal di Synchronize tahun lalu. Memang baru beberapa aktivitas Hello Dangdut ini. Mulai sekarang ini, tahun ajaran baru lah ceritanya, segala sesuatunya lebih jelas roadmap, terstruktur.
Untuk internasional, di SXSW nanti, itu akan jadi aktivitas pertama mereka. Synchronize besok sepertinya akan jadi aktivitas pertama juga di jadwal mutakhir ini.
Hello Dangdut itu namanya keluar dulu, bahkan dari sebelum Synchronize. Aktivitas riilnya baru kelihatan pas Synchronize tahun lalu, ada panggung, penampilan. Sekarang ini kick off baru, jadwal baru, dengan segala sesuatu yang lebih dipikirkan.
Sekarang studi lagi giat-giatnya, nanti mungkin bisa dilihat segala bentuk perkembangannya tentang Hello Dangdut atau mungkin tentang dangdut, lewat website. Ini lagi dikembangkan terus. Kalau nggak salah namanya hellodangdut.co, nanti informasi akan ada di sana.
Baca juga: Bekraf akan boyong dangdut ke SXSW 2019
Ini pergerakan baru kemudian ada acara, seperti di Synchronize kemarin?Ini sebuah inisiatif, leibh mirip kampanye, kerja untuk mensosialisasikan dangdut. Ide dan nama sudah ada duluan, sebelum Synchronize tahun lalu. Kalau nggak salah pas ada artis dangdut berangkat ke Amerika. Internasional dulu jadi aktivitas Hello Dangdut.
Dulu kan masih sporadis, sekarang lebih terstruktur. Nanti, akan ada berbagai aktivitas dari Hello Dangdut, akan ada di festival yang established atau bahkan acara sendiri.
Inisiatif Bekraf. Synchronize kan yang buat promotor dengan Demajors, lalu Hello Dangdut masuk. Bagian dari sosialisasi dangdut.
Kenapa dangdut yang layak diangkat jadi musik populer Indonesia?
Musik Indonesia yang paling populer menurutmu apa? Coba kita lihat dengan pengaruh yang beragam, kebersatuan saat menikmatinya. Dalam satu beat, dalam satu groove, dalam satu goyang yang menular. Itu hanya dangdut. Musiknya variatif, pengaruh yang membentuknya ada dari berbagai macam budaya dari Timur Tengah, Melayu…
Akhirnya bisa dibilang ini dari Indonesia, pada dasarnya dari Indonesia, nggak ada di mana-mana. Punya kekuatan untuk mempersatu, itu dangdut. Pasti punya “international appeal”, daya tarik yang sebenarnya berlaku untuk internasional. Itu pertimbangan awal dangdut untuk diusahakan, disosialisasikan secara lebih serius. Dalam level berikutnya, dalam langkah-langkah yang lebih disadari dari sebelumnya.
Sesuatu yang sudah lama tertunda, mungkin banyak orang Indonesia yang suka musik mikir “kenapa nggak dangdut dari dulu diusahakan untuk diperkenalkan lebih serius ke internasional?”. Bahkan di dalam negeri juga.
Rhoma Irama dari dulu sudah giat mengusahakan dangdut ya…
Nggak bisa dipungkiri, apalagi dia superstar-nya. Raja di musik hanya ada beberapa orang, Raja Rock n Roll Elvis (Presley), Raja Soul James Brown, Raja Dangdut cuma satu, Rhoma Irama. Di mana pun belahan dunia ini orang taunya Rhoma Irama.
Dia sudah dari dulu main ke mana-mana. Di kancah internasional, nggak bisa dipungkiri, contoh Jepang, dangdut itu begitu populer di sana. Berbeda-beda sih, tergantung tempatnya. Kalau kita ngobrol SXSW itu Amerika Utara, pasti akan berbeda dengan Jepang. AS pasti akan berbeda dari Jepang, perlu pendekatan berbeda. Maka, studi penting sekali, dangdut seperti apa, acaranya, suatu saat kalau ada rekaman yang rilis di sana akan seperti apa, bagaimana memasarkannya, sosialisasinya.
Baca juga: Sandiaga minta musisi dangdut gaungkan Asian Games
Kalau di Jepang lebih jelas karena sudah ada jejaknya, dari awal 80an saat dangdut dan jaipong besar sekali di sana. Sekarang segala sesuatu berbau Indonesia, punya tempat banget di Jepang.
Studi?
Studinya baru mulai, sekitar 1-2 bulan ini. Dari studi akademis, penelitian yang sudah ada tentang dangdut, seperti dangdut di Amerika, Jepang… Di saat bersamaan, studi pasar, seperti pemangku kepentingan musik di luar, seperti dari label rekaman, produser, musisi, pegiat dangdut dalam bentuk lain misalnya DJ, kita lempar semacam pertanyaan ke mereka, Mereka kasih masukan, yang sedang kita kaji, bakal menentukan dangdut seperti apa yang akan kita bawa keluar nanti.
Sebetulnya jurusan dangdut sudah masuk ke institut seni di Indonesia?
Nggak ada hehehe. Kalau musik populer mungkin tidak ada di sana, secara khusus.
Dangdut diteliti secara akademis oleh etnomusikolog, atau musikolog yang masuk ke ranah dangdut. Mungkin suatu saat ada sekolahnya, kita belum tahu juga karena terkadang, bingung juga kita orang awam “sekolah dangdut, apa yang mau diajari?” hehehe. Mungkin lebih identik dengan segala sesuatu yang “lebih jalanan”. Dangdut itu dikembangkan secara “jalanan”, bukan di sekolah. “Sekolah” itu mungkin ada di skena-skena di kota-kota tertentu, titik-titik dangdut yang selalu menghasilkan penyanyi, musisi, produser dangdut.
Dangdut sering diidentikkan dengan hal yang negatif, menurut Anda, Indonesia siap dikenal dengan dangdut yang seperti apa?
Makanya, tentunya yang akan kita bawa yang sudah kita persiapkan yang paling tepat, yang paling pas untuk menjadi penanda atau citra Indonesia. Citra Indonesia yang sekarang ya, kita tidak membicarakan musik tradisional seperti gamelan, ini tentang dangdut, musik populer dengan begitu banyak elemen yang membangunnya.
Begitu populernya, bahkan menyentuh ke mana-mana, termasuk elemen-elemen yang terasa negatif terkadang ada di sana. Kita sesuaikan pastinya, untuk disosialisaikan ke luar seperti apa.
Secara personal, dangdut seperti apa yang cocok untuk dibawa ke dunia?
Saya lebih senang masuk dari pintu yang sudah ada, walaupun kecil, tapi, pintu itu bisa menjadi jalan untuk ke sesuatu yang lebih besar dan mudah termonetisasi. Di luar sana, mereka ada label rekaman, DJ, lebih suka dangdut yang tahun 70an, seperti Soneta.
Mereka suka sekali yang seperti itu, mereka mainkan, DJ lagu Rhoma Irama. Kadang saya juga mainkan heheh. Tapi, tidak menutup kemungkinan model lain, seperti di Jepang, lebih luas lagi cakupannya, yang dinikmati orang sana. Bisa juga di Amerika misalnya dangdut koplo.
Baca juga: Musik dangdut masuk dalam Synchronize Fest 2017
Saya penggemar dangdut 70an, pertunjukan yang lebih organik, khas dangdut, kayak di klub dangdut yang pakai vandel dan brass section gitu, banyak penyanyi berganti-ganti, ada MC yang memperkenalkan siapa namanya. Ada tradisi seperti itu. Pengalaman dangdut ini yang harus dibagikan.
Saya juga suka dangdut keliling pakai gerobak, itu sesuatu yang khas, pengalaman dangdut. Saya pribadi kepikiran hal-hal seperti itu, tapi, kita lihat nanti seperti apa.
Dangdut itu “good time music”, siapapun yang dengar pasti goyang.
Amerika jadi pasar potensial buat dangdut?
Kita masih dalam studi, potensi pasti ada. Bukan sesuatu yang belum ada pintunya di Amerika, ada tapi, kecil. Pihak-pihak yang mengusahakan dangdut di Amerika, atau orang Indonesia, orang Amerika, dalam model yang berbeda. Mungkin ada yang buat karaoke dangdut, akan dirangkum, lalu seperti apa sosialisasi dangdut di Amerika khususnya.
Nggak sampai 3 persen (orang Amerika) yang tahu dangdut, itu gila banget sih. Bagi saya pribadi, itu kriminal hahaha. Seenggaknya tahu lah…
Baca juga: Via Vallen terharu saat duet dengan sang ayah
Oleh Natisha Andarningtyas
Editor: Gilang Galiartha
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ngobrol dangdut dengan David Tarigan"
Post a Comment